Zaman sekarang,
orang Indonesia mana yang tidak pernah mendengar kata ‘Ahok’? dari sabang
sampai meraoke jelas sudah terdengar kabar tentang ‘Gubernur DKI Jakarta’ ini.
Kenekatannya akan menghancurkan tempat prostitusi sudah menjadi tren dikalangan
anak muda maupun lansia, tidak sedikit yang menhujat dan menyerukan dia sebagai
‘manusia tanpa hati’.
Bukan hanya itu,
kepopuleran Bpk. Ahok selain juga akan bertambah naik dengan adanya cagub DKI
Jakarta tahun 2017. Kabarnya cagub Jakarta 2017 tahun mendatang akan menjadi
persaingan sengit seperti yang terjadi pada pilpres 2014 kemarin.
Selain mendapat
lawan yang sulit, tak sedikit juga yang meminta ahok untuk mundur secara
terhormat. Namun, siapa peduli?
Kerja nyata ahok
membongkar kawasan kalijodoh membuat banyak warga DKI Jakarta ikut memilihnya,
bahkan sudah mencapai 50%. Sedangkan, lawan tangguhnya yang bernama ‘Ridwan
Kamil’ atau biasa disebut ‘Bpk.Emil’ sang pemimpin wilayah ‘Bandung’ ini telah
mengundurkan diri dari pilgub Jakarta kali ini.
Pasalnya selain
karna masa kepemimpinannya di ‘Bandung’ belum selesai juga dikarenakan Presiden
kita ‘Bpk.Jokow’i telah membuka pikiran pak emil. Ia menuturkan lebih baik pak
emil masih memimpin di Bandung dikarena kan jika salah satu dari pak Emil atau
pak Ahok kalah, maka kita akan kehilangan salah satu pemimpin berbakat untuk
membawa Indonesia kearah yang lebih baik.
Maka Pak emil
pun memutuskan untuk mundur dan kembali pada Bandung.
Sekarang Pak
Ahok yang memiliki aksen yang galak (tegas) dan membuat DPR ketakutan ini ‘mungkin’ sudah dapat dipastikan menjadi Gub Jakarta tahun 2017
mendatang.
Berikut adalah
profil dari Bpk.Basuki Tjahaja Purnama (Ahok):
Ir.
Basuki Tjahaja Purnama , M.M (EYD: Basuki Cahaya Purnama, nama Tionghoa:
Zhōng Wànxué / 鍾萬學, lahir di Manggar, Belitung
Timur, 29 Juni 1966; umur 49 tahun), atau paling dikenal dengan panggilan Hakka Ahok (阿學),
adalah Gubernur DKI Jakarta yang menjabat sejak 19 November
2014.
Pada 14 November
2014, ia
diumumkan secara resmi menjadi Gubernur DKI Jakarta pengganti Joko Widodo,
melalui rapat paripurna istimewa di Gedung DPRD DKI Jakarta. Basuki resmi
dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Joko Widodo
pada 19 November
2014 di Istana Negara,
setelah sebelumnya menjabat sebagai Pelaksana Tugas Gubernur sejak 16 Oktober
hingga 19 November
2014.
Purnama
merupakan warga negara Indonesia dari etnis Tionghoa
dan pemeluk agama Kristen Protestan pertama yang menjadi Gubernur
DKI Jakarta. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta pernah dijabat oleh pemeluk agama
Kristen Katolik, Henk Ngantung
(Gubernur DKI Jakarta periode 1964-1965).
Basuki pernah
menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI dari 2012-2014 mendampingi Joko Widodo
sebagai Gubernur. Sebelumnya Basuki merupakan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Golkar
namun mengundurkan diri pada 2012 setelah mencalonkan diri sebagai wakil gubernur DKI
Jakarta untuk Pemilukada 2012. Dia pernah pula menjabat sebagai Bupati
Belitung Timur periode 2005-2006. Ia merupakan etnis
Tionghoa pertama yang menjadi Bupati Kabupaten Belitung Timur.
Pada tahun 2012, ia mencalonkan diri
sebagai wakil gubernur DKI berpasangan dengan Joko Widodo,
wali kota Solo.
Basuki juga merupakan kakak kandung dari Basuri Tjahaja Purnama, Bupati
Kabupaten Belitung Timur (Beltim) periode 2010-2015. Dalam pemilihan
gubernur Jakarta 2012, mereka memenangkan pemilu dengan presentase 53,82%
suara. Pasangan ini dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDI-P) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Pada 10 September
2014, Basuki
memutuskan keluar dari Gerindra karena perbedaan pendapat pada RUU Pilkada.
Partai Gerindra mendukung RUU Pilkada sedangkan Basuki dan beberapa kepala
daerah lain memilih untuk menolak RUU Pilkada karena terkesan
"membunuh" demokrasi di Indonesia. Basuki melanjutkan jabatannya
sebagai Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta tanpa dukungan partai (independen) hingga pun dirinya dilantik sebagai Gubernur
DKI pada 19 November 2014.
Pada tanggal 1
Juni 2014, karena Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo
mengambil cuti panjang untuk menjadi calon presiden dalam Pemilihan umum Presiden Indonesia
2014, Basuki Tjahaja Purnama resmi menjadi Pelaksana Tugas Gubernur
DKI Jakarta. Setelah terpilih pada Pilpres 2014, tanggal 16 Oktober 2014 Joko Widodo
resmi mengundurkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Secara otomatis, Basuki
menjadi Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta.
Sejarah Ahok
Setelah
menamatkan pendidikan sekolah menengah atas, Basuki melanjutkan studinya di
jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Trisakti dan mendapatkan gelar
Insinyur
pada tahun 1990.
Basuki menyelesaikan pendidikan magister pada Tahun 1994 dengan gelar Master Manajemen
di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya
Mulya.
Pada tahun 1992 Basuki mengawali
kiprahnya di dunia bisnis sebagai Direktur PT Nurindra Ekapersada sebagai
persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS)
pada tahun 1995. Pada tahun 1995, Basuki memutuskan berhenti bekerja di PT
Simaxindo Primadaya. Ia kemudian mendirikan pabrik di Dusun Burung Mandi, Desa
Mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur. Pabrik pengolahan pasir kuarsa
tersebut adalah yang pertama dibangun di Pulau
Belitung, dan memanfaatkan teknologi Amerika
dan Jerman.
Lokasi pembangunan pabrik ini adalah cikal bakal tumbuhnya kawasan industri dan
pelabuhan samudra, dengan nama Kawasan Industri Air Kelik (KIAK).
Pada akhir tahun
2004, seorang investor Korea berhasil diyakinkan untuk membangun Tin Smelter
(pengolahan dan pemurnian bijih timah) di KIAK. Investor asing tersebut tertarik dengan konsep
yang disepakati untuk menyediakan fasilitas komplek pabrik maupun pergudangan
lengkap dengan pelabuhan bertaraf internasional di KIAK.
Pada Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Belitung Timur Tahun 2005, Basuki berpasangan
dengan Khairul Effendi, B.Sc. dari Partai
Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) ikut sebagai calon Bupati-Wakil Bupati
Belitung Timur periode 2005-2010. Dengan mengantongi suara 37,13
persen pasangan ini terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belitung
Timur definitif pertama. Pasangan Basuki-Khairul ini unggul di Kabupaten
Belitung Timur yang menjadi lumbung suara Partai Bulan
Bintang (PBB) pada pemilu legislatif tahun 2004 lalu. Basuki
kemudian mengajukan pengunduran dirinya pada 11 Desember 2006 untuk maju dalam
Pilgub Bangka Belitung 2007. Pada 22 Desember 2006, ia resmi menyerahkan
jabatannya kepada wakilnya, Khairul Effendi.
Keputusan
mundur dan mewariskan posisi kepada wakil bupati ini di kemudian hari menjadi
masalah karena Khairul Effendi memberikan testimoni kekecewaannya kepada Basuki
karena meninggalkan janji politik atas Belitung Timur tanpa menyelesaikannya.
Pada tahun
2009, Basuki mencalonkan diri dan terpilih menjadi anggota DPR RI dari daerah
pemilihan Bangka Belitung mewakili Partai Golongan Karya. Ia sukses meraup
119.232 suara dan duduk di Komisi II. Pada tahun 2011, ia membuat kontroversi
setelah menyuarakan laporan dan keluhan masyarakat Bangka Belitung yang
ditemuinya secara pribadi dalam masa reses. Laporan ini mengenai bahaya
pencemaran lingkungan yang ditimbulkan kapal hisap dalam eksploitasi timah.
Basuki dianggap menghina pengusaha dari Belitung dan dilaporkan ke Badan
Kehormatan DPR oleh Front Pemuda Bangka Belitung (FPB). Ia menyayangkan aksi
pelaporan ini karena tidak substansial dengan masalah yang ia bicarakan, yaitu
pencemaran lingkungan.
Pada tahun
2010, ia telah menyuarakan pentingnya laporan kekayaan dan pembuktian terbalik
bagi calon kepala daerah yang akan mengikuti proses pilkada.
Basuki
sesungguhnya telah berniat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta sejak
tahun 2011 melalui jalur independen. Ia sempat berusaha mengumpulkan fotocopy kartu
tanda penduduk (KTP) untuk bisa memenuhi persyaratan maju menjadi calon
independen. Namun pada awal tahun 2012, ia mengaku pesimistis akan memenuhi
syarat dukungan dan berpikir untuk menggunakan jalur melalui partai politik.
Pada akhirnya
Basuki mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Joko Widodo
dalam Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta
2012. Pasangan Jokowi-Basuki ini mendapat 1.847.157 (42,60%)
suara pada putaran pertama, dan 2.472.130 (53,82%) suara pada putaran kedua,
mengalahkan pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi
Ramli.
Selama kampanye Pemilihan umum Presiden Indonesia
2014, Jokowi meletakkan posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Untuk mengisi posisi ini, Basuki mengisi posisi Pejabat (Plt) Gubernur hingga
akhirnya Jokowi dilantik sebagai Presiden RI, yang mengharuskannya mundur dan
Basuki resmi diangkat sebagai Gubernur sesuai Perpu Pilkada No 1 tahun 2014
pada tanggal 14 November 2014 Pada pemilihan presiden tersebut,
walaupun Ahok adalah Plt Gubernur dari Jokowi, namun ia mendukung Prabowo
Subianto yang merupakan calon presiden lawan dari Jokowi. Bahkan,
jika Prabowo menang dalam pemilihan tersebut, Ahok dijanjikan akan dijadikan Menteri Dalam Negeri Indonesia
agar dia dapat melakukan reformasi anggaran di semua pemerintah daerah yang ada
di seluruh Indonesia.
Selama menjadi
Plt Gubernur, ia mewajibkan Gerakan Pungut Sampah Setiap Jumat Pagi, yang
meminta 72 ribu PNS DKI di lingkungan Pemprov DKI, anak-anak sekolah di
Jakarta, serta pegawai BUMD DKI untuk memungut sampah pada waktu yang
ditentukan. Kebijakan ini rencananya bakal tertuang dalam Instruksi Gubernur.
Ia juga mengubah sikapnya yang dengan keras menolak pemberian uang kerahiman
bagi penyerobot lahan negara yang dulunya diatur dalam SK Gubernur yang telah
dicabut, menjadi akan memberikan pemberian uang kerahiman sesuai dengan Perda
yang akan diterbitkan. Basuki beralasan pemberian uang kerahiman akan
mempermudah proses pemindahan penghuni lahan ilegal ke tempat yang lebih layak.
Uang ini diberikan dengan syarat hanya bagi warga yang telah lama menghuni.
Besar uang kerahiman ini adalah 25 persen dari NJOP.
Pada 14 November
2014, DPRD DKI
Jakarta mengumumkan Basuki sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko
Widodo yang telah menjadi Presiden Republik Indonesia. Setelah pengumuman ini,
DPRD DKI Jakarta mengirimkan surat ke Kementerian Dalam Negeri agar Basuki
dilantik menjadi Gubernur. Pengumuman ini dilakukan setelah sebelumnya
mendapatkan berbagai tentangan, antara lain dari FPI dan sebagian anggota DPRD
DKI Jakarta dari partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Front Pembela Islam menolak pengakatan Basuki
dengan tiga dasar:
(1) Basuki tidak
beragama Islam,
(2) perilaku
Basuki dianggap arogan, kasar, dan tidak bermoral,
(3) penolakan umat Islam Jakarta terhadap
kepemimpinan Ahok
Penolakan FPI terhadap
Basuki telah berlangsung selama beberapa bulan dan berujung pada bentrokan yang
terjadi pada tanggal 3 Oktober 2014. Saat itu, 200 orang massa FPI bentrok
dengan petugas kepolisian di depan gedung Dewan Perwakilan Daerah DKI Jakarta,
Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Massa FPI melempar batu seukuran kepalan
tangan ke arah polisi yang berjaga di sana, akibatnya 16 polisi terluka—dua di
antaranya memar di bagian kepala dan dilarikan ke rumah sakit—dan empat pegawai
DKI terkena lemparan batu. Massa FPI juga masuk ke dalam gedung DPRD dan
mendorong barisan Polisi yang dalam kondisi tidak siap dan tidak menggunakan
peralatannya. Setelah berhasil dihalau oleh petugas kepolisian, massa FPI
pindah ke depan Balai Kota di Jalan Merdeka Selatan.
Menanggapi
demonstrasi yang diwarnai aksi pelemparan batu tersebut, Basuki mengirimkan
surat rekomendasi pembubaran FPI kepada Kementerian Hukum dan HAM serta
Kementerian Dalam Negeri RI. Basuki meminta kepada kepolisian untuk menemukan
dalang intelektual yang membuat massa bertindak anarkistis dalam unjuk rasa 3
Oktober 2014 tersebut. Basuki berpendapatan bahwa meskipiun berorganisasi
merupakan hak setiap warga negara, FPI menyalahi undang-undang dengan berlaku
anarkistis saat berdemonstrasi. Basuki memperkirakan bahwa aksi anarkistis
tersebut direncanakan sebab ditemukan batu dan kotoran sapi yang sulit ditemui
di tempat kejadian. Di pihak lain, Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Muhamad
Taufik memandang unjuk rasa yang berakhir ricuh terjadi karena
kesalahan Basuki yang menjadi akar permasalahan utama kekesalan FPI.
Penolakan juga
datang dari anggota DPRD DKI dari Koalisi Merah Putih. Beberapa anggota DPRD
DKI dari KMP, yaitu Muhamad Taufik dari fraksi Gerindra, Lulung
Lunggana dari fraksi PPP, Nasrullah
dari fraksi PKS, dan Maman Firmansyah dari
fraksi PPP, bahkan turut serta turun ke jalan dan berorasi bersama FPI dan
meneriakkan seruan untuk melengserkan Ahok, meskipun beberapa hari sebelumnya
FPI melakukan tindakan kekerasan terhadap anggota Kepolisian Republik Indonesia.
Puncaknya, seluruh anggota DPRD DKI Jakarta dari Koalisi Merah Putih tidak
menghadiri rapat paripurna istimewa DPRD tentang pengumuman Basuki sebagai
Gubernur DKI Jakarta pada 14 November 2014. Basuki akhirnya resmi
dilantik sebagai Gubernur DKI oleh Presiden Jokowi pada 19 November 2014 di
Istana Negara.
Penghargaan Yang Pernah Di Terima Ahok
Basuki
memperoleh penghargaan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari unsur penyelenggara
negara dari Gerakan Tiga Pilar Kemitraan, yang terdiri dari Masyarakat Transparansi
Indonesia, KADIN
dan Kementerian Negara
Pemberdayaan Aparatur Negara, pada tanggal 1 Februari 2007. Ia
dinilai berhasil menekan semangat korupsi pejabat pemerintah daerah, antara
lain dengan tindakannya mengalihkan tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk
kepentingan rakyat, yaitu untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan
pendidikan gratis bagi masyarakat Belitung Timur. Ia juga terpilih menjadi
salah seorang dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia, yang dipilih oleh Tempo.
Basuki kembali
mendapat penghargaan anti korupsi dari Bung Hatta Anti Corruption Award, yang
diterimanya pada tanggal 16 Oktober 2013. Ia mendapat penghargaan ini karena
usahanya membuka laporan mata anggaran DKI Jakarta untuk dikaji ulang.
Anugerah Seputar
Indonesia (ASI) 2013 memberikannya gelar Tokoh Kontroversial.
Bagaimana
menurut anda tentang sosok ahok ini?
Posting Komentar